Di situ dibahas gimana caranya memahami interaksi Twitter terhadap akun kamu. Itu penting, karena jika interaksi kamu dan Twitter udah sejalan, apapun yang kamu lakukan di platformnya akan berjalan mulus. Kayak kamu sama pacar aja. Eh, ada nggak pacarnya?
Ngomongin bikin tweet yang tepat, itu relatif. Tapi ujungnya selalu sama, yakni nyari engagement/interaksi. Jadi, satu benang merah yang gue bahas di sini, tweet yang tepat adalah tweet yang bisa memancing interaksi.
Nggak pernah ada pakem yang saklek soal gimana bikin tweet yang tepat. Tapi kalo soal penyebab kenapa tweet kamu nggak tepat dan berakhir jarang diretweet, naini.
1. Tweet kamu nggak tepat keyword
Kalo kamu baca postingan sebelumnya, komunikasi dasar yang dilakukan Twitter terhadap kita adalah dengan clicks (retweet/fav, etc) dan keyword.
Gimana caranya menghasilkan clicks? Tentu keywordnya harus tepat.
Triknya, kamu bisa selipkan beberapa keyword yang search-able atau bahkan google-able dalam setiap tweet kamu. Contoh:
Tweet 1 : "Hiburan begini ini harusnya dilarang (link video youtube goyang dumang)"Mistakes: Nggak berkolerasi dengan isi linknya, karena tweetnya berbentuk opini. Sementara topik pokok dari apa yang dibahas, harusnya bisa lebih diperjelas lagi.
Tweet 2 (keyword): "Anak metal harus suka goyang dumang (link video youtube goyang dumang)"Benefit: Ada beberapa keyword yang berpotensi (interaksi di tweet tersebut juga tetap diperlukan) menaikkan engagement, "Anak", "Metal","Anak Metal", "Goyang", dan "Goyang Dumang". Coba kamu search di twitter, pasti hasil search buat masing-masing keyword banyak.
Kita nggak akan tahu kapan orang iseng ngutak-ngutik search-box. Dan tweet yang isi kalimatnya gampang di search biasanya punya engagement lebih tinggi dari yang sebaliknya, karena bisa nge-reach twitter user yang bahkan nggak follow kamu sekalipun.
2. Ngetweet di jam-jam sepi
Engagement selalu erat kaitannya dengan pasar/market dan tipe followers. Kalo kamu di Indonesia, pasti nyari crowd Indonesia dong. Nah, tinggal diliat follower kamu tuh pada melek dan molor jam berapa aja. Catat dan rekam, hari-hari dan waktu kapan aja yang bikin interaksi akun kamu tinggi.
Akan ada satu momen, saat kamu ngetweet di hari yang sama, tapi hasilnya beda. Misal, ngetweet hari Jum'at sekarang, tapi Jum'at minggu depan hasilnya beda, padahal jamnya sama.
Untuk itu, analisa segala elemen yang ada di satu tweet yang udah kamu buat. Mulai dari susunan kalimatnya dan topik apa yang lagi dibahas. Ngetweet di jam sepi pastinya ngurangin engagement, dan boros ide. Itulah gunanya fitur Schedule tweet :)
3. Tweet kamu kepanjangan
Kita mesti bersyukur sekarang udah ada dua fitur retweet; RT quotes dan RT general. Dulu waktu belum ada RT general, orang ribet banget mau retweet, karena harus nyisain tiga karakter huruf biar cukup (kata "RT" dan satu spasi)
Kalo dibandingin, hasil engagement jaman dulu dimana cuma ada RT quotes pasti lebih kecil dari yang RT general kayak sekarang. Karena orang Indonesia 90% males kalo suruh edit-edit. Ini baru soal minusnya.
Plusnya, ternyata ada perbedaan masukan data diantara kedua tipe RT tersebut. Semua tweet yang kamu RT quote, statsnya (Engagement/impression,dll) akan masuk ke kamu. Sementara RT general (buat si pemalas), statsnya akan masuk ke pembuat tweet yang kamu retweet. Rugi banget kan?
Ngomongin tweet kepanjangan, hal tersebut seringkali menandakan kalimat yang kamu pakai kurang efektif. Thanks to guru SD Bahasa Indonesia kita
Tweet yang bertele-tele bikin orang kurang berminat buat baca. Apalagi notabene pemakai Twitter adalah orang yang "nggak punya banyak waktu", scroll-scroll timeline dikit terus liat tweet panjang pasti langsung dilewatin. Berkuranglah satu paket engagement kamu.
Kalo kamu mau concern terhadap tipe followers yang satu ini, ya berlatihlah bikin kalimat efektif yang lebih baik :)
4. Tweet kamu nggak tepat pasar
Maksudnya pasar di sini adalah konsumen/followers kamu. Gue aja pas liat analytic kemarin, lebih banyak ngernyit dahinya daripada percayanya. Emang sih, di analytic tersebut ada disclaimer yang menunjukkan bahwa data-data analytic followers ini nggak bisa dijadikan pedoman valid, karena cuma estimasi.
Inti masalah dari poin ini adalah "Apa yang kamu tweet nggak sama dengan ketertarikan followers kamu". Gue kasih beberapa contoh kasus:
Kasus 1:
Akun A (personal/brand), dibikin untuk mencurahkan hobi si pembuat, anggaplah soal musik. Dari awal sampai sekarang, dia pun tetep ngetweet musik, followersnya nambah dan tetep ada, retensi-nya pun bagus. Semua bahagia.
Judgement: Mau ini akun personal atau brand, akun ini konsisten, tarik ulur engagementnya nggak akan terlalu fluktuatif. Karena ketertarikan dan motivasi followersnya jelas; mau tahu info musik.Kasus 2:
Akun A (personal), tadinya dibikin untuk ngeshare pengalaman-pengalaman si pembuat soal musik. Followersnya pun nambah karena info dari akun ini menarik.
Tapi kemudian tweets dari pembuat mulai bergeser ke topik lain, tapi ini pun juga disukai. Lantas, jenis followernya pun jadi beragam; followers musik dan followers topik lain.
Yang followers musik jadi nggak suka, akhirnya unfollow, atau bisa juga sebaliknya. Tinggal ngeliat lebih banyak mana, jumlah yang unfollow atau yang tetap follow.
Yang jadi masalah, si pembuat jadi galau karena engagementnya pecah. Dia harus mutusin apakah dia tetap jadi diri sendiri, atau ngikutin interest follower, atau balikan sama mantannya aja.
Judgement: Ada faktor krusial yang perlu diperhatiin, yakni Mood. Mood akan sangat berpengaruh sama akun yang lagi kamu pegang, apalagi kalo akunnya seserius akun brand. Konten yang kamu buat biasanya sering hilang arah. Kesimpulannya, akun ini nggak konsisten.
Kasus 3:
Akun A (brand) adalah akun yang dibuat untuk kepentingan perusahaan, tapi juga terus ngikutin trend. Untungnya akun ini "No sentimen" (nggak punya kecondongan yang membatasi), istilahnya bisa nyelip-nyelip ke hal apapun.
Walau labil selalu ngikut trend, ekspansi konten dari brand ini akan selalu mengerucut sama brand yang dibawanya. Itulah kerjanya tim kreatif.
KitKat's Twitter Content |
Judgement: Akun model gini pasti akun gede. Yang diliat udah bukan lagi jenis akun, tapi seberapa kreatif orang dibelakang brand ini mengusung brandnya sambil diterjang-terjang ombak trend. Contoh: @KitKatDari dua kasus diatas, kita bisa tahu ada dua macem jenis akun; Akun konsisten dan nggak konsisten. Akun konsisten biasanya akun brand (Samsung, etc). Akun nggak konsisten biasanya akun hybrid/personal, jadi akun ini hobinya ngikutin trend dan ngetweet macem-macem sesukanya.
Kenapa bisa tetep laku? Karena akun hybrid (harus) punya ciri sendiri. Konsisten terhadap ciri khasnya bikin dia unik dan tetep laku. Contohnya: Akun twitter gue. *nyengir*
Masalah mood, ada beberapa solusi. Misal, membagi ketertarikan kamu ke tiga akun Twitter yang berbeda. Kamu bisa tetep ngetweet semaunya tanpa takut karakter akun personal kamu tercampur-aduk.
5. Kamu jarang nyamber
Nggak ada aturan yang menyebutkan kamu nggak boleh sok-kenal-sok-dekat di Twitter, jadi ya sah-sah aja.
Samberlah siapa aja, idola kamu kek, temen kamu kek, atau gebetan kakek. Setiap interaksi yang terjadi pastinya diitung, malah biasanya dapet bonus yang diharapkan semua orang kalo memang tweet kamu pun bagus; sebuah follow-back.
Ntap nget.
Masih ada pertanyaan? Boleh langsung komen dibawah atau mention ke @banbanpret ya :D