Hey it's me again!
You got to agree, flow pekerjaan yang stuck atau buntu gara-gara ketidaksamaan visi dan goals itu menjengkelkan. Kitanya udah capek-capek peras otak secara sistematis dan visioner hanya untuk bikin deck, lalu mempertimbangkan segala macem hal agar suatu campaign sukses, sesuai budget, dan punya market-impact yang efektif, terkadang harus tersingkir hanya karena mereka bengek.
Iya, bengek karena empat alasan:
1. Bengek karena tergagap dengan ide sebesar itu lalu malah jadi pesimis dan ujungnya malah meragukan kualitas pekerjanya.
2. Bengek karena sebelumnya belum pernah denger ada ide se-breakthrough itu, akhirnya malah takut pakem-pakem selama ini udah ada dan bikin mereka nyaman, terancam musnah. Why so personal?
3. Bengek karena kepalanya overload. Overload karena selama ini mereka gak menyimak dan mengikuti pergolakan perubahan secara bertahap.
4. Bengek karena memiliki mindset yang sempit. Berpikir bahwa kamu ingin mengambil posisinya dia. Ketakutan ini wajar, mengingat kamu lebih kece daripada dia :)
Dari sekian banyak masalah di dunia kreatif, rasanya masalah ini yang paling melelahkan dan bikin butt-hurt.
Problem:
Jadi, kenapa sih mereka ini?
Mereka adalah orang-orang yang alergi dengan perubahan. Mereka bakalan ketar-ketir dan gagap jika sebuah dinamika datang, masuk dalam comfort zone mereka.
Karena mereka adalah tipikal orang "just employing" yang hanya sekedar bekerja nine-to-five setiap harinya. Satu-satunya objektif yang sangat mereka tunggu yaitu jam pulang kerja, dan pay-day.
Dengan mental dan mindset "just employing" tadi, terkadang mereka terkesan seperti penghambat dalam relasinya terhadap dunia pekerjaan. Cukup wajar kalau mereka agak takut dengan adanya dinamika dan perubahan. Yah, karena ritme yang monoton sudah cukup baik dan asik buat mereka, buat apa sih pake ada terobosan-terobosan segala macem?
"Apa pun bentuknya, sebuah perubahan tidak bisa dihindari. Kamu bisa milih untuk resist, atau terinjak-injak dan ditinggal."Karena kesulitan mengikuti perubahan yang datang, cari muka adalah reaksi bertahan hidup pertama yang akan mereka lakukan. Semata untuk mencari zona aman di mana mereka cukup merasa "masih in-charge" di suatu situasi, untuk menutupi ketertinggalannya, atau sesederhana takut disangka gak kerja.
Mereka juga termasuk tukang ngeles ulung yang biasanya hobi mengulang-ulang pembicaraan orang agar terlihat mengerti permasalahan. Lha habis bingung mau nanggepin apa, yang ada aja lah dipake.
Untuk jangka panjang selanjutnya, setelah merasa menguasai keadaan, mereka akan berusaha untuk menarik orang-orang di sekitarnya untuk menyesuaikan dengan standar (ketertinggalannya) saat ini dengan berbagai alasan yang gak masuk akal, alias nyuruh orang down-grade ketimbang beradaptasi dan belajar untuk upgrade.Gak tahu malu.
Yang lebih pait lagi, mereka gak punya kadar kritis yang cukup sehingga enggan untuk bertanya. Khususnya menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan (seberapa jauh) ketertinggalan mereka.
Gue melihat ini sebagai keadaan yang bikin kita serba salah dan terjebak dalam dilema "mau milih yang bener atau yang aman?" kind of situation. Apalagi jika kita bukan termasuk golongan yang punya otoritas/kuasa yang cukup, rasanya akan lumayan sulit buat mengambil suatu keputusan yang solutif.
From: AskIdeas |
Solusi:
Kira-kira, ada nggak sih cara agar kita bisa siap menerima suatu perubahan dan selangkah lebih open-minded?
Kayaknya sih gak ada tips atau trik yang absolut ya. Gue kira, kita bisa sedikit mengarahkan diri agar jadi pribadi yang gak cepat puas, sehingga bisa terbuka dengan berbagai opsi secara terus menerus.
Lalu, bisa juga dengan mulai untuk jadi pendengar yang baik, WHICH IS VERY HARD bagi seseorang yang belum bisa melewati poin pertama. Karena dengan menjadi pendengar yang baik, kamu juga melatih diri untuk lebih observant dan bisa menilai serta menyesuaikan mana yang baik untukmu, dan mana yang nggak. Dan yang paling penting, menjadi pribadi yang lebih bisa menghargai, works on both side.
Ikhlaskan gengsimu menjadi debu-debu peri, karena gengsi akan selalu kalah dengan will to learn.
Untuk beberapa situasi khusus, semisal kamu udah hampir larut dalam sikon ini, jika kamu termasuk yang punya otoritas, "menampar" yang bersangkutan secara berkala bisa jadi obat yang mujarab untuk mendidik. Kasih tahu bahwa yang mereka lakukan itu menghambat sebuah flow pekerjaan dalam keterkaitan lingkup yang besar. Kalo ndablek, ya copot aja. "Kita gebuk", kalo kata Pak Owi.
Jika kamu orang yang udah terlanjur terjebak "di tengah" alias maju mundur kena dalam situasi ini, solusinya hanya bisa bersabar sambil makan ati. Karena kamu juga harus berpikir secara strategis jika kamu gak mau ide-ide brillianmu terbuang dengan percuma di antara telinga-telinga yang entah budegnya di mana.
Meanwhile, kamu boleh mulai mempertimbangkan opsi atau kesempatan lain yang lebih sesuai untuk bisa dijalankan di kemudian hari. Cheers!
"Social Cheat hanya lah rubrik baru yang gue buat hanya untuk catatan diri sendiri. Sehubungan dengan banyaknya kegelisahan dan unek-unek akhir-akhir ini yang jika ditahan bisa bikin pingin banting-banting helm."
Thumbnail from: Media
0 Reactions:
Post a Comment