Sadisnya Etika Social Media

15 comments
Masih inget dong, perempuan yang postingan Path-nya bocor soal dia yang nggak mau nge-share tempat duduk buat ibu hamil di KRL?

Kemarin, 28 Agustus 2014, kejadian postingan Path bocor terulang lagi.

Headline: Ditolak Isi BBM di Antrean Mobil, Florence Anggap Orang Jogja Tolol (http://www.nemukabar.com/2014/08/ditolak-isi-bbm-di-antrean-mobil.html)

Sumber lainnya:

Sekolah Tinggi2 di jogja tapi mulut gak berbudaya, njaluk dipiyekke iki?? http://www.kaskus.co.id/thread/53fe9876148b461f1f8b456a/sekolah-tinggi2-di-jogja-tapi-mulut-gak-berbudaya-njaluk-dipiyekke-iki

Serobot Antrean Mobil di SPBU, Gadis Pemotor Ini Disoraki Warga
http://news.detik.com/read/2014/08/27/150037/2674146/10/serobot-antrean-mobil-di-spbu-gadis-pemotor-ini-disoraki-warga




Dibully, Florence Sihombing Minta Maaf di Path
http://www.nemukabar.com/2014/08/dibully-florence-sihombing-minta-maaf.html

**

Ampe pihak kampus beneran nyeriusin yang beginian cobak, dan dibales permintaan maaf sama yang bersangkutan pun LEWAT PATH JUGA :)) This people are really need a holiday.

Sebagian kecil dari hal ini, juga sempet dibahas lho sama Dinikopi di Psst! Stop berkeluh kesah soal pekerjaan di Twitter.

So, lewat short-post ini, gue mau nge-share beberapa poin yang kayaknya sih penting, sebagai pembelajaran di lain hari buat kamu yang masih suka meremehkan bahwa social media hanyalah sekedar dunia maya. Wrong! Social media adalah kehidupan.

Kehidupan tersebut adalah real-life yang kamu pindah ke dunia digital secara SUKA RELA. Lucunya, kamu sebenernya sadar melakukan hal itu, tapi nggak sadar dengan konsekuensinya. Walaupun, kita pastinya nggak nyangka dong bakal sebegituannya digubris orang?


Now, you named it.


1. Mencari Privasi di Social Media is the biggest mistake

SALAH BESAR jika kamu pikir Social Media berprivasi itu beneran eksis. Namanya aja social media. SOSIAL lho, privasi dari mana? 

Emangnya kalau kamu update status, terus yang ngelike sama share itu hantu jeruk purut? Pastinya orang dan temen-temen kamu juga kan? Baliknya ke sosial lagi kan? Nah tutau. 

Terus, kamu berinisiatif dengan cara tetep eksis tapi nggak nge-add sama sekali friend dan tetep bikin akun social media? Itu mah GOBLOK. Iiiiiih, sedih nih gue.

Mau tahu social media apa yang paling berprivasi tingkat tinggi? YA JANGAN BIKIN. Menanggapi anggapan orang yang seneng ngomong "Makanya jangan update status di sosmed kalau nggak mau disebar", nggak salah juga, tapi nggak sepenuhnya bener. Berikut penjabarannya:

1. Satu hal yang absolut: Nggak ada yang namanya privasi di Internet dan Social Media. Si pembuatnya nggak mengkodratkan internet/Social Media untuk mempunyai privasi sejak awal. It's all just about sharing. 

Kalau kamu menuntut bahwa privasi berinternet harus tetap dihargai dengan mengandalkan UU ITE, gue rasa keliru. 

Isi UU ITE bisa dibagi dua secara garis besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik. Dan yang kedua, pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang. UU tersebut juga dibuat karena mulai banyaknya tuntutan pemakai internet yang merasa "hak-hak berinternetnya" dinodai. Deskripsi lengkap tentang UU ITE cek disini.

Kalau pun yang menyebarkan mau dipidanakan, yakin bisa nangkep semua orang yang terlanjur nyebar? Keputusan menang atau nggaknya di pengadilan juga belum pasti. Besides, deskripsi pasal dari UU tersebut patut dipertanyakan detil kejelasannya. Tempo juga menulis bahwa "Menurut pengamat, Florence tak layak dijerat UU ITE".

Jadi hak-hak yang mana? Hak absurd. Ini cuma soal self-control.

2. Ngomongin Path. Mari kita liat screenshot berikut.


Disitu tertera jelas kalimat "Private Sharing". Karena Path adalah Social Media, jadi ya bisa disebut sebagai Private Sharing Social Media. Udah jelas maksudnya bahwa Path nggak memberikan kamu privasi secara penuh.

Di Path juga ada fitur-fitur seperti love, stars, comment, dll. Cara menggunakan fitur tadi ya hanya dengan berinteraksi. Kalau nggak ada temen, siapa yang mau like? Otomatis, kamu butuh orang lain biar fungsi aplikasi ini bekerja. Jadi privasi yang mana yang kamu maksud? Privasi dengan daftar temen 3 biji doang? Yakin nggak sedih tiap hari yang nge-like cuma tiga orang?

3. Harapan Path adalah, kamu (secara pintar) bisa memilah-milih teman, keluarga, dan sahabat terpercaya yang nantinya nggak akan macem-macem, termasuk screenshot postingan pribadi tanpa izin. Path bukan Facebook yang bisa nge-add friend seenak udel. Kamu harusnya tahu mana temen-temen kamu yang reseh, mana yang nggak. Kalau ada yang kurang ajar nge-screenshot dan ternyata kebetulan itu post pribadi, ya itu salah kamu.

Gini deh, buat apa punya dua akun Social Media berbeda (Diluar fungsi dasar aplikasi tersebut lho ya) tapi daftar temennya sama-sama aja? 

Developer socmed nggak semata-mata bikin dua-tiga aplikasi hanya untuk berkompetisi dengan Social Media lainnya, tapi tentu ada fitur-fitur tambahan yang bikin salah satu apps tersebut jadi beda. It called improvements. So, think again.


2. Kehidupan Social Media Indonesia bersekat tipis dengan Cyber-Bullying.

Sebagai catatan, (CMIIW) kehidupan social media di Indonesia, khususnya (mungkin) Jakarta, itu beda banget dengan luar. Kita pasti tahu, proses berkembangnya teknologi di dunia itu cepet banget. Masalahnya, dunia yang mana dulu?

Di (kebanyakan tempat) Indonesia, daya kemerataan dan proses penyerapan teknologi (informasi) itu nggak sesempurna Negara maju diluar. Karena saking beragamnya lapisan masyarakat kita, kecepatan resapan tersebut nggak ketahuan lho udah sampe dimana.

Emang pemerintah tahu? Boro-boro! Bikin naik kecepatan internet buat seluruh Indonesia aja menterinya galau! Malah sibuk ngurusin blokiran bokep.


We can called it as kampungan, hehehehehehe. 

Nah, celakanya, justru masyarakat kampung inilah yang jadi demander/konsumen terbesar dari "teknologi canggih tapi teuteup minta murah". Habis, mereka juga pingin dong ngerasain internet, smartphone, Blackberry Messenger-an, tukeran pin, dsb. 

Tar kalo nggak diturutin dikatain diskriminasi? Lha wong itu ngisi BBM salah antri dan nggak dilayani aja ngatain diskriminasi? :p (Cek link berita diatas)

But unfortunately, mostly of us and them, are not ready. It just probably too fast.

Berangkat dari situ, resapan tersebut menyebar ke seluruh pelosok negeri tanpa edukasi teknologi dan social media yang mumpuni. Karena social media (secara resmi) BELOM ADA SEKOLAHNYA BOK. Nggak ada, karena orang luar yakni sang pembuat teknologi, mungkin berpikir bahwa "Masa ginian aja musti sekolah? This things are very logical", kata mereka.

Tapi nggak melulu soal finansial sik. Kadang-kadang orang yang berduit pun sama nggak tahunya gimana cara beretika di Social Media yang baik dan benar.

Akhirnya lahirlah pakem negatif "Di sosmed, kita bebas mau ngomong apa aja, bebas mau update apa aja, bebas mau komentar apa aja, dan bebas mau bully siapa aja." 

Naiknya intensitas pemakai sosmed dan tingkat adaptasi masyarakat, membuat mereka yang berinteraksi via sosmed menjadi lebih berani "ngacapruk" karena resiko dari apa yang mereka katakan, outputnya nggak keliatan. Plus, mereka kan nggak ketemu sama orangnya langsung, tapi harusnya mereka nggak boleh lupa bahwa etika berkomunikasi tetap berlaku. 

Sopan dimana pun dan kapan pun nggak rugi-rugi amat kan?

Padahal konsep orang luar membuat teknologi ini adalah mempermudah komunikasi dan instant-interconnection. It's all about share-share-share dan share. Tapi kita justru menganggap hal tersebut jadi sebuah bentuk "kebebasan". (Mengingat bangsa kita lahir dari era perbudakan, masih trauma kali yah?)

Hal tersebut kan timpang banget. Di satu sisi, mereka sadar bahwa kebebasan berpendapat itu teradaptasi dari kehidupan dunia nyata. Sementara saat buka internet, mereka berpikir bahwa apapun yang mereka buat di dunia maya tetap tinggal di dunia maya, padahal konsekuensinya terasa secara nyata.

Apa lacur ((APA LACUR)), yang terpikir pertama kali soal tujuan bikin akun Facebook adalah, YA BUAT CURHAT DONGS. 

Makanya untuk urusan Path ini, mungkin bener orang yang nge-capture postingan Path kamu dan ngebocorin ini nggak beretika (Yaiyalah nggak ada yang ngajarin) dan completely kurang ajar. Tapi kalau menilik dari poin nomor satu tadi, naaaaaahhhh baru sadar kenapa kan?

It's all completely your fault. Lalu, gimana cara ngehindarinnya?

Cara preventif: Curhat dan berkeluh-kesahlah di situs yang scope nya lebih terbatas. Kayak blog pribadi, tumblr, atau notepad juga bisa. Tapi tetep nggak ada jaminan bahwa kamu akan terbebas dari orang yang seneng screenshot semena-mena dan cyber-bullying. Kan kamu nggak bisa maksa semua orang buat beretika sosmed dong? Tapi dengan nggak nge-publish hal personal di ranah digital, masih jadi yang terbaik.


Atau cara curhat yang lagi nge-trend dan lebih smooth sekarang kalo di twitter: No mention. Karena subjek yang diserang biasanya nggak ketahuan siapanya, so it's completely fine :))

Cara edukatif: Luapkan emosimu dan curhatlah dengan pintar. Tata ulang cara berbahasa kamu dengan yang lebih halus namun esensinya tetep tajam. Be wise with words. Gue ngerti kok orang kalau curhat mah reflek yak, apa yang sekilas dipikirin mintanya sih langsung dikeluarin aja, masa musti diatur-atur. Tapi ya serah lu aje sik. Kok lo jadi ngegas??? Ribut aje ape kita nih? WOI! SKDFHPPWLQMdJHJDGSMLDMDFKJ

"The facts are: Orang bisa cari duit, cari jodoh, interview, baca biodata, cerai, nikah, ketemu jodoh, dsb lewat internet dan social media. What could be more real than that?"


3. Social Media Officer/Admin salah update = BULLY

OOT dikit, kebiasaan Social Media Officer/Admin salah update dan ngetweet adalah sasaran empuk bagi kebanyakan professional social media worker (yang kayaknya banyak) di Jakarta.

Pernah dong liat ada akun resmi semisal Kopi Kapal Apik tapi mendadak salah update status/ngetweet soal betapa enaknya kecap ABCDGFHGIDNNFJ? 


Dalam itungan detik, cepet banget di screenshot dan langsung di share ke komunitas social media dan jadi bulan-bulanan.

Mungkin sekilas, sebenernya user awam juga nggak sebegitu cepetnya ngeh kayak kita sih yang pekerja digital. Justru karena hal tersebut diangkat, eh malah yang awam ikut pada tahu dan jadi rame ._.

Sedih lho. 

Gue pun pernah juga jadi SMO. Dan gue yakin beberapa dari yang profesional ini pun lebih senior kalo soal per-SMO-an. Tapi kok mannernya gitu? :(

Bukannya lebih baik (kalo kenal SMO yang bersangkutan) langsung di notif dan kasih tahu kalo ada salah update daripada dibully? Kan sayang kalau kecepatan screenshot dan monitoring tersebut justru dialokasikan buat yang begituan. I mean, kita sama-sama pekerja digital juga toh?

Atau, kalian yang profesional ini memang kurang hiburan apa gimana?

[Pret'spektif]: "Social Media adalah kehidupan nyata yang kamu pindah secara suka rela. Suka rela adalah pengorbanan berkonsekuensi. Whether you'll take it or not."

Update terakhir tanggal 31 Agustus 2014, Florence ternyata ditahan POLDA DIY untuk 20 hari ke depan. Sedih lho, yang penjahat aja respon POLDA nggak secepat ini.

Prosedur jangka waktu penahanan tersangka/terdakwa tindak pidana via #beritagar

Kalau kamu peduli Florence, kamu bisa cek petisi bebaskan Florence disini. Sambil nunggu loading, boleh lho sekalian isi kolom komentar dibawah ini :3

15 comments:

  1. Bener, hati-hati share di medsos....

    ReplyDelete
  2. kunjungan perdana, mampir karna menarik nih topiknya.

    yep setuju bangett. kudu ati2 di socmed, krn bnyk org2 nyinyir juga. salah ngomong udah langsung nyebar seanteroo

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah halooooo, dunia sosmed Indonesia keras kak :p

      Terima kasih udah jauh-jauh mampir :')

      Delete
  3. Sebenernya hal kayak kemaren ngga akan terjadi kalo ngga ada orang yang nyebarin ke publik isi pathnya Florence ya. Tapi harusnya Flo bisa belajar dari insiden 'tempat duduk buat ibu hamil di KRL' beberapa waktu lalu. Kita gabisa ngomong seenaknya di socmed, sekalipun di socmed yang sifatnya lebih privat macem Path. Orang mah curhat ke temen deket di dunia nyata aja bisa bocor tuh rahasia, apalagi di socmed, tingkat kebocorannya lebih tinggi, udah gitu penyebarluasannya jauh lebih cepet pula. Rasanya etika bersosial media memang perlu dimasukkan ke bab baru di pelajaran PPKn kali yah.. Atau di pelajaran Sosiologi? :)))
    Aku pun ngga nyangka kalo warga Jogja nanggepin serius masalah ini, sampai demo buat ngusir Flo. Tapi untungnya masalahnya udah clear ya. Dari pihak Flo-nya sudah minta maaf. Bahkan pagi tadi pengacaranya Flo ngadain press conference, mereka mengklaim bahwa yang ditulis di media ngga sepenuhnya benar. Media emang kadang suka lebay juga sih kalo ngasih berita :3
    By the way, maafkan komen saya yang kepanjangan :b

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wih ada orang Jogja nih, apa jangan-jangan temennya? :p

      Kita itu krisis prioritas kakaknya, antara penting dan nggak penting suka kebolak-balik :))

      Delete
  4. berkeluh lewat blog juga bisa kesebar lho.. malah banyak yang baca.. hehe

    ReplyDelete
  5. salah dianya saja yg kurang tau beretika dengan social media.....
    knp harus sarkas..?
    kalau nyindir kan enak....
    :)

    ReplyDelete
  6. Postingan ini bijak sekali, dro. Gile lu, ndro! Gue ampe speechless dan jleb banget bacanya. 0_o

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih banyak, dirimu pembaca setia tulisanku yah, greatly appreciate that :')

      Delete
  7. Say no to mereka yang kebiasaan screen capture-share postingan atau chat orang tanpa izin, kak. *kemudian demo di Bundaran HI*

    ReplyDelete
  8. apalagi sekarang, sepertinya sosial media juga dampak negatifnya banyak...
    timah solder

    ReplyDelete