Tumpul di Akhir Tahun

No Comments
http://www.cromoart.de/wordpress/2011/10/external-film-inspiration-no-67/

Akhirnya dapet juga atmosfirnya (thanks to "Tentang Aku"-nya Jingga)

Biasanya sih yang beginian ditulis di tumblr, tapi berhubung segmen di sana lebih ke menye-menye penuh haru dan desahan, jadinya nggak deh.

Buka feed Facebook lalu nggak sengaja mampir ke post http://secret-silence.blogspot.co.id/2015/11/kenapa-tidak-lagi-menulis.html, milik salah satu temen kerja yang menurut-aku-kita-temen-tapi-nggak-tahu-deh-menurut-dia gitu. Dueng, rasanya kayak kesentil-sentil.

Beberapa singgungan di post tersebut semacem jadi stimuli buat keresahanku selama tiga bulan terakhir. 

"Mungkin hanya jiwa yang tak terjaga jua dalam doa. Hingga khilaf menyentuh terasa bergetar, ku berlalu. Cinta cita harapan, dan ku terbawa dalam kisah yang lama." -Jingga

Because I feel so blunt, karena pasalnya hampir nggak menemukan topik bahasan buat ditulis lagi.

Semua rasa penasaran yang selama ini menggelitik, perlahan-lahan terjawab seiring bertambahnya umur dan pengalaman (tapi kurang pengamalan), and it's really sucks.

Habis, dulu tuh rasanya banyak banget yang pingin ditulis. Jaman masih galau-galau dan feel so emotional, jadi kunci rahasia bikin tulisan-tulisan nan puitis, ngerangkai kata-kata feel so swift and smooth. Sempet nulis estafet seharian juga. Eh bertelor deh jadi satu blog yang namanya http://melantaijakarta.tumblr.com/

Sekarang aku udah nggak meletup-letup lagi kayak jaman masih labil dan kencing aja masih cabang tiga. 

Kondisi relationship juga nggak banyak masalah saking udah sama-sama dewasa dan stabilnya. Drama-drama relationship a la sinetron udah jadi bahan ketawaan satu sama lain. Padahal dulu, bisa jadi inspirasi buat nulis satu sampe tiga blogpost dalam sehari. 

Waktuku sekarang, banyak tersita buat bales-balesin comment feed punya client. Begitu dijembrengin halaman "new post" di blogspot, mendadak langsung ngeblank. 

Sampe-sampe ngebalesin komentar di blog sendiri aja kadang kelepasan pake bahasa ngadmin. 10 detik kemudian masih suka ngakak sendiri karena "Lah kok gue jadi kayak admin ****** begini amat balesinnya :))".

Ditambah, semenjak dua bulan terakhir ini aku membulatkan tekad untuk mengurangi komen-komen di berita-berita yang lagi santer di kancah persosmed-an. Mengurangi kesenanganku kepo sama twitwar orang hanya buat sekedar nambah perspektif. 

Dulu aku paling rajin nyimak hal-hal yang termasuk ribet dan butuh pemikiran, karena emang dasarnya suka case-solving. Sekarang paling banter cuma "yaelah"-in satu berita lalu langsung tutup browser. Really exhausting.

Informasi setiap hari seperti nggak ada habisnya di up-up-up-up-in sama banyak orang di perputaran circle yang berbeda. Padahal ya isinya sama-sama juga. 

Pernah kan liat satu meme atau foto yang kayak hari ini tuh semua orang pada tahu dan heboh, besoknya temen-temen kita yang circlenya kurang update baru berhingar-bingar dengan foto tersebut. Dan itu terjadi hampir di semua platform sosmed yang kita install. Lha list temennya sama semua :)))

Hari ini kita ngeluarin energi buat komen, lalu tidur. Eh, besoknya bangun berita tersebut ada lagi ada lagi. Padahal kemarin ya udah komen, tapi berhubung mood setiap hari berubah, taste komentar pun jadi ikut berubah. Nggateli tur rauwisuwis.

Fiuh.

Rasanya aku bener-bener harus beralih ke sesuatu yang lebih, errrr... konvensional. Kayak baca koran or koleksi majalah (lagi). Lalu ngisi TTS, liat buku-buku masa kecil di Gramedia sekarang harganya udah berapa, atau koleksi board games dan puzzle-puzzle lucu. Atau lebih rajin ngepel dan setrika baju serta lebih ramah sama mbak-mbak warteg.

Memperbanyak ketemu orang juga kayaknya ide yang bagus. Hmm.

Kita tuh sekarang, kayaknya terlalu banyak tahu. Mungkin arus perputaran informasi di media digital jumlahnya hampir sama mengerikannya dengan total waktu yang terbuang percuma saat macet di Jakarta. 

Semua data-data personal yang harusnya kita nggak tahu jadi gampang di-googling. Karena udah nggak penasaran, basa-basi sometimes jadi useless. Ya gimana ya, si temen kita juga nggak melek sosmed, unggah-unggah demi rasa eksis mungkin menurut dia keren. Begitu semua aibnya kita tahu (thanks to google), mereka terkaget-kaget seperti Squirdward yang tobanggadu.

Foto-foto cewek cantik banyak bersliweran dan di-save-save-in lalu jadi bahan masturbasi, sampe akhirnya lupa bahwa dia masih harus melatih level komitmen jikalau pasangannya nanti pasti nggak sesuai ekspektasi.

Well..

Mencari teman di umur segini itu lumayan peer sih. Semua udah punya kesibukan masing-masing. Sementara eug really got plenty of time. Feels like lucky and unlucky at the same time, karena kesibukanku meski menyita waktu, ternyata nggak nyita-nyita amat. Nah, Susan kalo gede nyita-nyitanya mo jadi apa? *abaikan*

Iya, saking jarangnya ketemu orang, jadi punya sangat-sangat banyak waktu buat mengerti dan explore diri sendiri. Kontemplasi istilahnya. 

Nah, saking tahunya sama diri sendiri, beberapa temen terdekat yang nggak punya banyak waktu buat nyimak progress temen-temennya (termasuk aku), mereka melihat ini seperti sebuah "barrier" (Oh, and FYI I'm so good at creating good barrier), saking nggak kenalnya. But for me, ini lebih ke "matang dengan prematur" sih, alias matang sebelum saatnya. 

Kadang sucks banget rasanya, karena mereka perlahan-lahan menjauh dan menjadikan aku sebagai kompetitor secara nggak sehat. Mungkin menurut mereka di benaknya, "harusnya lo tuh stay below me", bakalan gitu-gitu aja, statis tanpa akselerasi. Akhirnya mereka kaget, sadar bahwa selama ini waktunya terlalu banyak dipake buat jadi kacung perusahaan.

Tapi harusnya aku lebih grateful, ya nggak sih?

Indeed I am.  

0 Reactions:

Post a Comment