Jokowi, Resiko Yang Harus Kita Ambil

20 comments
via Yahoo
Hae, kaks.

Ini adalah pertama kalinya gue "woro-woro" sotoy soal politik di media digital. Habisnya gregetan kalau melihat sosialisasi "melek politik" di level awam itu sebenernya nggak begitu merata, dan ini kayaknya harus lebih digalakkan.


Meski hampir seumur hidup diam menjadi golongan putih yang sampai sekarang pun nggak ada partainya, agaknya gue nggak bisa lagi membendung geli karena tergelitik luar dalam terhadap apa yang akan terjadi di tanggal 9 Juli nanti.

Digelitikin Pak Jokowi susah nahannya.

[DISCLAIMER]

Feedback apapun yang bersifat kontra-indikatif, kontradiktif, hujatan gelap mata tanpa koreksi dan menjatuhkan salah satu pihak dalam postingan yang bersifat personal opinion nan subjektif ini, tidak akan ditolerir dan akan dianggap sebagai orang tidak waras bin tidak terpelajar. Nasib selanjutnya atas komentar anda akan ditentukan oleh seberapa baik niat Tuhan terhadap kamu lewat saya.

Jujur, memang pada awalnya gue sedikit terhenyak melihat beliau nyapres. Pasalnya, beliau ini kan belum rampung masa jabatannya sebagai gubernur Jakarta, kok mendadak "minggir" langsung nerima mandat jadi orang nomer satu di Indonesia.

Apalagi pas sempet mampir ke artikel "Megawati tanya Bung Karno sebelum Capreskan Jokowi" ini. Wow, Jokowi ternyata Capres pilihan arwah. Jadi, ada apa sebenernya sih? Ini nanya beneran lho.

Tapi akhirnya, yah namanya juga proses politik dan politisasi. 

Kita bukan pemain, cuma massa imajiner yang cuma bisa nonton dari jauh, tanpa bisa kontribusi apa-apa. Karena alasan ini jugalah yang membuat gue golput sejak dulu. Karena kita cuma disuguhkan terhadap apa-apa yang udah jadi aja, tanpa bisa ikut ke dalam proses pembuatannya. 

I mean, kenapa "mereka" nggak pernah mengkonfirmasi dulu ke kita/rakyat kalau nyalonin bakal capres, cagub, dsb? Selalu dipilihin duluan, padahal kan kita sebagai rakyat juga pingin pilih pilihan hasil dari mufakat sendiri (rakyat) :(

"Pilihan mereka yang bikin, mereka yang sediakan. Kita cuma bisa bergunjing sama khalayak rakyat aja. It's always feels so bad, ketika kita harus milih dan nggak milih sama apa yang udah dipilihin. Apakah itu yang namanya Freedom?"
 
Kenapa Jokowi?

Pak Jokowi ya? Hmm... gue selalu mengidentikkan Pak Jokowi dengan waktu, karena waktu adalah elemen dari keseluruhan hidup umat manusia. Dan menurut gue, Jokowi adalah the greatest man among our time. Urgensi yang terjadi disini, kita jelas butuh figur pemimpin yang cocok dengan waktu sekarang, dan bukan figur pemimpin yang sempurna.

Menilik sekilas kinerja beliau di tempat terdahulu, pertama kali tahu pak Jokowi ya saat gue masih kerja di Solo sekitar setahunan yang lalu. Dan melihat apa yang sudah beliau lakukan di kota ber-branding "The Spirit of Java" tersebut, sukses membuat gue paranoid. 

Paranoid karena udah saking cintanya sama keteduhan kota Solo, balik lagi ke Jakarta adalah sebuah nightmare.

Meski tata kota Solo memang bekas bikinan Belanda, kalau nggak ada perawat kota yang proper, ya sama aja dong?

I mean, Solo ini rapi banget, dan kemungkinan nyasar di kota ini beneran hampir mustahil. Even ketika mampir jajan ke kios timlo dan ngemper wedangan, hampir semua pedagang familiar sekali sama sosok pak Jokowi. Sosok lho ya, bukan kenal personal.

Jadi, cuma masalah kerapihan? Nah, kamu-kamu ini harusnya belajar berpikir positif dan rajin bersyukur.

Buat gue yang extremely MUAK sama Jakarta, masalah kerapihan kota ini krusial banget. Karena dengan kerapihan, kamu bisa memprediksi kapan kamu sampai ke tujuan, kapan sampai ke tempat kerja, dan jalan mana yang paling efektif untuk ditempuh tanpa harus menimang macet. Apalagi di jaman (khususnya Jakarta) yang kayaknya semua orang tampak rushy dan terburu-buru gini, waktu adalah pembunuh motivasi yang paling besar.

Dengan kata lain, Pak Jokowi mengingatkan kembali terhadap pentingnya efisiensi dan manajemen waktu. Mungkin beliau memang cuma rawat kota sana-sini aja, tapi chain-reaction nya itu, lho.

Buat apa program bagus, visi-misi cerah nan mengkilap tapi kalau nggak punya/dikasih waktu? Yang dalam kasus ini, waktu tersebut tentu berwujud pada "sebuah kesempatan". Kita sebagai warga negara Indonesia, sangat berhak memberikan anugerah tersebut kepada beliau. Toh gratis, meski masih beresiko, tapi tetap nggak ada salahnya dicoba.

Sejak saat itu, entah dapet feeling dari mana, cepat atau lambat Jokowi akan menarik mata Jakarta, nggak cuma Mata Najwa aja. Dan eh, beneran kejadian.

Akhirnya setelah usut literasi digital sana-sini, konklusi final gue adalah, Pak Jokowi itu seorang marketer politik handal. Apakah pencitraan atau bukan, kerja beliau selalu ada hasilnya, itu yang terpenting. Itu yang dibutuhkan Indonesia sekarang, di saat seperti ini. 

Hari gini gembar-gembor masalah pendahulu negri? Hari gini gembar-gembor nasionalis? Ini yang ironis. Bahkan Bu Megawati, anak dari Soekarno sendiri malah nggak dukung yang "dukung" bapaknya. Lho, ini gimana sih. 

Via @dewikr - Facebook
Lalu, gimana dengan pak JK? Jujur, gue nggak punya vocab yang tepat untuk mendeskripsi kan beliau dalam kata-kata sederhana. Satu yang gue suka, Pak JK ini gesit. Yah, pihak partai dan koalisinya pasti punya pertimbangan tersendiri terhadap pencalonan JK sebagai wapres. Tapi untuk saya pribadi sih, masih belum sreg.

Twitter

Sederhananya, Pak Jokowi punya clarity, transparan, sekaligus pengeksekusi tindak-lapangan yang jitu. Nggak banyak ngomong, hampir nggak ada beban moril yang bisa disesalkan. 

Yang paling mendasar lagi, beliau punya berbagai metode approaching untuk beragam kaum, ini esensial sekali. Sampe ada yang bilang "Apaan Jokowi, cuma nyebur got aja semua orang juga bisa". Bener, tapi nggak semua orang apalagi pejabat, mau melakukan. Apalagi di perspektif orang kampung, liat pejabat model Jokowi begini, efeknya pasti nggak main-main.

Indonesia udah nggak butuh another pembual progresi program yang akhirnya cuma berwujud tiang-tiang beton belom jadi bak kaktus padang pasir.

Saya sebagai publik permukaan, membutuhkan pekerja negara yang jelas.

Kenapa bukan Prabowo?

[Di segmen ini, kata "gue" diganti menjadi "saya"]

Salah nggak sih kalau saya sekiranya mikir bahwa Prabowo selalu dijadiin sansak politik maupun kambing hitam?

Pernyataan ini sama sekali nggak beralasan karena saya sendiri nggak tahu menahu tentang apa yang sebenernya terjadi dibelakang permukaan. Apalagi kemarin sempet nemu link video berdurasi singkat berjudul "Gus Dur - Prabowo Pemimpin yang Paling Ikhlas Pada Rakyat Indonesia". Sempet galau sebentar karena bingung, apa bener ya?

Anyway. Jadiii, kenapa bukan milih Prabowo?

Karena Prabowo terlalu pemberani.

Berani melabrak batas hak kemanusiaan orang lain, berani bersikeras untuk tidak mengungkap masa lalu sampai clear, berani mengadopsi orang-orang walaupun keluarga yang bersangkutan nggak mengizinkan, dan udah gitu masih berani kampanye sejak dua tahun yang lalu pula, doh!

Nggak, saya jelas nggak seberani beliau. Dan untuk role-model pemberani seperti itu, agaknya masih kurang cocok untuk orang yang bukan pemberani seperti saya.



Ngomongin HAM, Hak Asasi Manusia saya kira adalah esensi paling mendasar dari kehidupan perkemanusiaan. Soal menghargai dan dihargai. Harusnya sih nggak ada yang namanya menakuti dan mengintimidasi. Kasar, marah, emosional, intimidasi adalah milik orang-orang yang haus diperhatikan. Kampanye negatif dan black campaign adalah ciri orang-orang yang takut kalah.

Nah, kalau ada orang yang pernah disenggol masalah HAM, bukannya kita harus mempertanyakan rasa kemanusiaannya, ya?

Eh maaf lupa, beliau kan penyayang binatang.

Seperti kata Adian Napitupulu, Prabowo adalah pengurus kuda yang baik. But for me, saya masih bisa pakai pengurus kuda lain yang bukan tukang culik orang. Penyayang binatang tapi nggak humanis? Nggak heran kenapa beliau memperlakukan manusia seperti bin..............ary.

Dengan kata lain, orang-orang macam gini sebenernya invisible, nggak ada yang nganggep. Jadi, saya nggak mau punya pemimpin negri yang sangat abai terhadap para keluarga yang setiap hari kamis berjejer-berkabung demi kejelasan korban penculikan. 

Facebook
Kalau gue (yang dengan sotoy-nya) jadi beliau, ketimbang kampanye ambisius berdana fantastis sejak dua tahun lalu, kedamaian hati para keluarga yang ditinggalkan harusnya menjadi prioritas program daripada coco-meo visi misi yang wujud konkritnya cuma diatas kertas.

Ditambah lagi, Prabowo pernah diberhentikan. Artinya, kinerjanya pernah bermasalah, dipertanyakan, pernah ada yang keberatan. 

"Yah, semua orang kan pernah mengalami pecat pekerjaan...".

Bener banget, tapi apakah itu menjadi excuse sementara masalah lain aja belum kelar?

Katanya mental militan, masa minta excuse? Maaf lho, Pak.

Seandainya beliau mau membesarkan hati untuk jujur, mungkin bisa berpengaruh sama keadaan. Mbok ya diberesin dulu itu serpihan masa lalu. Meski akhirnya tetap nggak jadi Presiden, bukannya itu bisa jadi investasi masa depan ya?

What the..........? - via mindtalk.com
DAN, yang paling bikin saya jengkel, menurut saya orang ini adalah Soekarno-killer. Bukan secara personal, tapi cita-cita bung Karno. Apa yang lebih buruk dari calon Presiden yang berintensi menjual negaranya sendiri?

Nah, itu kan kata media, isu yang beredar dipermukaan soal Prabowo nggak melulu negatif, tapi juga ada sisi positifnya, barangkali bisa jadi pertimbangan yang memberatkan untuk memilih. 
  • Semenjak Jokowi jadi Gubernur, para pemain "dana proyek" dan upeti DPRD makin susah cari celah kesempatan. Prabowo mungkin menawarkan kebebasan yang berlebih jika dibanding Pak Jokowi. Yang nantinya bisa membawa kesejahteraan terhadap mindset mereka yang terbiasa tidak jujur.
  • "Jokowi kebanyakan blusukan, nenek saya juga bisa kalau cuma nyebur got sana-sini". Anggapan tersebut nggak sepenuhnya salah. Karena buat Prabowo yang tangan kanannya dimana-mana, waktu yang digunakan untuk menjamah rakyat akan lebih terhemat. Statement barusan memang lebih logis, tapi saya rasa nggak semua nenek-nenek mau diajak nyebur got. 
  • Terlalu seringnya inspeksi dadakan karena Jokowi pintar mengambil timing yang tepat dikala mereka selalu dalam keadaan tidak siap tegap, tapi siap suap. Karena mitos "Nggak boleh bangun siang nanti rejeki dipatok ayam" sudah nggak berlaku di jaman modern seperti sekarang ini.
  • Tilepan duit proyek yang harusnya bisa gonta-ganti mobil tiap tahun, sekarang boro-boro. Duit tambah cekak, kerja kian nggak rajin, efektifitas pegawai jadi berkurang. Ini penting, karena pemecatan sepihak oleh yang berwenang (contohlah gubernur) adalah melanggar HAM. Sama halnya dengan kasus masyarakat waduk pluit yang menolak dipindahkan karena jelas-jelas menduduki tanah negara tanpa izin, ini melanggar HAM. Untuk itu, kita perlu pemimpin yang concern terhadap permasalahan HAM ini, walaupun kasus yang lalu juga belum beres.

Sementara Jokowi?

Kinerja Jokowi jelas adanya. Ada wujudnya, dan yang paling penting, ada yang MERASAKAN. Lihat siapa yang sekarang berkolaborasi mendukung beliau? Sampai orang sekaliber Anies Baswedan malah jadi juru bicara kesuksesan Tim Jokowi-JK. Sementara di kubu sebelah, saya malah sama sekali nggak kenal sama wakilnya yang kekurangan pigmen rambut itu. Dan lagi, Jokowi belum pernah dipecat.

Source
Jokowi adalah presensi kefaktualan, bukan dalih-dalih diagonal yang lempar batu sembunyi tangan dibelakang program-besar-penuh-rencana-karena-memang-masih-wacana semata, apalagi ditambah obralan janji visi misi dan janji dibagi jatah kursi menteri. Saya yakin Indonesia khatam betul sama apa yang akhirnya terjadi terhadap para pengobral janji ini.

Thanks to Mata Najwa dengan kebrilianannya menayangkan program-program diskusi non-skenario untuk publik Indonesia yang gue yakin semakin cerdas membaca karakter dan perawakan pejabatnya.

Tetapi, isu kental Jokowi yang terkait dengan "Capres Boneka" ini memang patut dikhawatirkan. Apalagi, ada satu media yang memberitakan Elit PDIP Makin Menegaskan Jokowi sebagai “Capres Boneka”.

"Terlalu banyak orang jahat berkepentingan, sementara orang baik bingung memilah-milih apa yang penting."

Selalu ada resiko di setiap pilihan. 

Hingar-bingar yang terjadi di publik permukaan lagi santer-santernya mengumandangkan "Mana janjimu Jokowi? Katanya mau beresin Jakarta hingga lima tahun?", dsb.

Oke, anggaplah beliau mengkhianati Jakarta, tapi di sisi lain, beliau juga yang jadi pemimpin Jakarta. Malah, mungkin aja Jakarta akan berprogress lebih baik dengan kapasitas Jokowi sebagai presiden. Tapi sekali lagi, itu memang baru sebatas harapan.

Nah, kalau kubu sebelah yang jadi Presiden? Jokowi jelas ada di posisi dibawah beliau. Menilik dari track-recordnya, Jokowi pasti akan dipersempit ruang geraknya, apalagi pernah jadi lawan capres. Jadi, ini sebenernya soal "menyelamatkan orang baik".

Saya memilih bukan karena tahu pilihan yang benar dan salah, saya memilih karena ada pilihan yang waras. Manusiakanlah manusia yang masih manusiawi. 

"Semua pilihan pasti berkonsekuensi. Kita bisa bebas nggak milih, tapi nggak bisa bebas dari konsekuensi yang telah kamu pilih."

Resiko bahwa gue memutuskan untuk memilih sekarang, agar masih bisa mengkritisi polemik apa yang akan terjadi di masa mendatang. 

Resiko bahwa gue menjatuhkan pilihan kepada Pak Jokowi, adalah masih lebih baik daripada ngedumel di kemudian hari padahal waktu pilpres juga diam seribu kata.

Resiko bahwa gue pastinya masih ngeri akan jadi apa dengan para tokoh pendukung Jokowi sekarang di masa mendatang. I mean, semua orang pasti punya kepentingan 'kan?  

Even para pendukung kubu sebelah yang secara sadar tahu dari awal bahwa mereka pasti kalah elektabilitas pun, juga punya kepentingan ditempatnya masing-masing.

Nah, untuk kalian yang sumpek dan apolitis selama ini terhadap pejabat di Indonesia, kalian bisa menyimak dua video Mata Najwa berikut tentang salah dua pejabat negara yang tulus mengabdi pada Indonesia, karena masih ada kok pejabat Indonesia yang betul-betul berintegritas, meski dalam diam:

Dibalik diamnya Boediono
http://www.youtube.com/watch?v=5e3cwsPtBUE


Eksklusif BJ Habibie
http://www.youtube.com/watch?v=xYHnxlYawbI


Konklusi pribadi saya terhitung dari sejak tulisan ini dibuat hingga tanggal 5 Juli 2014 adalah : Beberapa orang masih belum sadar akan pentingnya arti dan keputusan dari sebuah politik itu sendiri. Ini terlihat dari begitu banyaknya orang-orang pintar di Indonesia yang wawasan nalarnya begitu mudah diputar balik untuk setia mendukung penjahat, dan berubah jadi nggak waras. Dimana letak nggak warasnya? Ya mereka ini kok bisa-bisanya meluangkan waktu untuk lebih milih penjahat dengan alasan yang super absurd. 
I mean, kalau seumpama pilihannya antara Jokowi sama Anies Baswedan oke lah ya jadi sengit. Barulah bisa ngomong "apapun pilihanmu adalah hak kamu". Masalahnya, pilpres kali ini sungguh mudah dan sederhana, karena cuma tersedia dua pilihan, mau pilih hitam atau putih? Mau pilih orang baik apa penjahat? Ini jelas nggak make sense.

Akhir kata, pertanyaan terakhirnya adalah, apabila Jokowi tetap ditakdirkan kalah, apa yang musti kita perbuat selanjutnya?
[Pret's-pektif] : Jokowi mungkin risky, tapi Prabowo sama sekali bukan pilihan. Prabowo mungkin banyak wacana, tapi Jokowi juga belum tentu luput dari bencana.

***

Helpful resources:

"Mata Najwa - Jokowi vs. Prabowo" http://www.youtube.com/watch?v=k-f7dEuydR0&feature=youtu.be 

"Amien Rais pilih Presiden yang ganteng dan banyak harta"
http://indonesiasatu.kompas.com/read/2014/05/29/1625239/Amien.Rais.Pilih.Presiden.yang.Ganteng.dan.Banyak.Harta

Profil Adian Napitupulu: 
http://tokohbatak.wordpress.com/2009/08/24/adian-napitupulu/

Dari mereka yang tidak mengenal konsep pencitraan 
http://krisnanda.wordpress.com/2014/05/28/dari-mereka-yang-tidak-mengenal-konsep-pencitraan/

HAM bukan sekedar isu yang digoreng lima tahun sekali 
https://id.berita.yahoo.com/blogs/newsroom-blog/karena-nyeri-itu-setiap-hari-bukan-lima-tahun-sekali-075850029.html

Awetnya kemacetan di Jakarta selalu ada alasannya 
http://www.banbanpret.com/2013/12/transjakarta-solusi-edan-untuk-jakarta.html

Fadli Zon takut debat dengan Adian Napitupulu
http://nasional.kompas.com/read/2014/05/30/1927136/Fadli.Zon.Adian.Natipulu.Kalau.Debat.Enggak.Nyambung. 

Jokowi : Banyak orang minta jadi Menteri
http://www.antaranews.com/pemilu/berita/436446/jokowi--banyak-orang-minta-jadi-menteri 

Keterlibatan Prabowo dalam penculikan
http://hermansaksono.com/2014/05/keterlibatan-prabowo-dalam-penculikan.html 

Visi Misi Infrastuktur dari Joko Widodo  
http://www.youtube.com/watch?v=C6PYYnnhJoU

Tiga Pilar Utama Jokowi Untuk Negeri
http://www.youtube.com/watch?v=H6H3rn-ZLNc

Penyebab Prabowo dan Titiek Soeharto mandek http://politik.kompasiana.com/2014/05/25/inikah-penyebab-prabowo-dan-titiek-soeharto-berpisah-659837.html

Perihal De-Amandemen UUD 1945 
http://hermansaksono.com/2005/08/jangan-de-amandemen-uud-45.html

Dukungan pada Prabowo hanya semata sentimen agama http://www.mindtalk.com/ch/PEMILU#!/post/5389d34bbf866c7cfe00194e

20 comments:

  1. Hahaha itu gambar yg terakhir jadi sampul majalah tempo :D haha bagus kak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yoi, Tempo lawas, karena memang "medeni" dan mengundang hormon Da Vinci Code dalam tubuh makhluk hidup untuk segera aktif :)

      Delete
  2. Setuju euy.
    Gue ga peduli kalo ada yang bilang Jokowi nggak amanah dengan nggak menyelesaikan kepemimpinannya di Jakarta. Tapi tulisan kamu ini ya bener, naiknya Jokowi nyalon capres ya memang pas banget waktunya. :D

    ReplyDelete
  3. Sebaiknya.... dilihat masalah yang sebenarnya.... jangan cerita dari mulut ke mulut di unggah begitu saja. Yang tidak tahu persis kejadian sebenarnya mending tutup mulut saja deh. Pilih presiden yang sudah mempunyai dasar kepemimpinan yang baik. Jangan aset dan pulau2 kita hilang lagi. Utuhkan NKRI.... masih slamet Aceh sama papua tidak hilang.....

    ReplyDelete
  4. Tulisan yang bagus, berbobot dan bukan hanya dari satu pihak. Jadi, tulisannya berimbang.
    Setuju mas, memilih Jokowi bukan berarti tanpa resiko. Tapi, hidup adalah pilihan, bukan? Dan setiap pilihan ada resikonya. Tapi sebagai manusia yang berakal, kita pasti akan memilih yang mempunyai resikonya paling sedikit, kan?

    Lanjutkan terus tulisanmu, Mas!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Berpikir logis adalah se-sehat-sehatnya memilih, nggak usah lah pake pertimbangan politik dan politisasi permukaan, toh kita kan manusia waras kan?

      Delete
  5. Terima kasih, akhirnya saya mengerti mengapa harus "Selamatkan Orang Baik".

    Saya juga ada tulisan tentang ini, silakan dikunjungi, "Maaf Saya Pilih Jokowi" ▶▶

    http://kisahrnd.tumblr.com/post/87383296164/maaf-saya-pilih-jokowi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Boleh dong share "selamatkan orang baik" versi kakaknya tuh yang kayak gimana? :D

      Okay, langsung meluncur!

      Delete
  6. iya woy, aneh juga orang yg dulunya dipecat karna bermasalah mau ngelantik menteri2nya kelak, mau jadi apa negara ini :)) #98
    Asik bang artikel lo :*

    ReplyDelete
  7. Sebetulnya maaf yah, gue agak anti sama Jokowi. Waktu dia calonin diri, gue nangkep dia kok jadi kayak gila kekuasaan? Tapi setelah gue lihat track record nya, kayaknya dia emang yang terbaik. Dia maju juga karena sebagian orang Indonesia pengen dia maju jadi capres juga. Plus gue masih terkesan waktu dia ikut pilgub DKI. Dia tahu bakal berat menangani DKI, eh masih berani maju. Bahkan tanpa KTP DKI. Masalah gosip yang katanya dia itu boneka, masa bodohlah. Kinerjanya juga bagus selama ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Agaknya diriku setuju sama poin mas Nuel. Kesan "gila" kekuasaan dan kenekatannya memang jadi samar karena ketilep hype, kalo masalah KTP DKI aku juga belum denger issue apa-apa sih....

      Tinggal dilihat apa kenekatannya membuahkan hasil...

      Delete
  8. ... lanjutan.

    Saya mengerti "Mengapa Harus Selamatkan Orang Baik"

    Dari dulu saya tidak pernah lihat partainya, saya lihat orangnya. Lihat rekam jejaknya.

    Saya tidak permasalahkan Anies Baswedan ikut konvensi Demokrat.
    Saya tidak ambil pusing jika Ridwan Kamil dan Ahok dari Gerindra.

    Pemimpin-pemimpin seperti Anies Baswedan, Ridwan Kamil, Ahok, dan tentu saja Jokowi menghadirkan cara-cara baru untuk selesaikan Indonesia.

    Mereka orang-orang baik.

    Orang-orang sepertinya mereka seharusnya diklon, diduplikasi, meneyebar pengaruh ke seantero Indonesia.

    Bila Jokowi kalah, kesempatan menuju "Gerbang Baru" Indonesia yg totally kinerja oriented akan mundur satu langkah.

    *Kalau di media, Ahok dan Ridwan Kamil terberitakan mendukung Prabowo, itu hanya tanggung jawab moral sebagai anggota partai. Kita tidak pernah tahu isi hati mereka dan siapa yg mereka pilih di bilik suara nanti.

    Keep On Moving!

    ReplyDelete
    Replies
    1. That's exactly what im talking about sampai berbusa :))

      Delete
  9. Bagus banget artikelnyaaaaaaaa, ga berat sebelah. setuju saya pun punya pemikiran yang sama.
    Sejujurnya saya bukan simpatisan apa lagi kader PDIP, tapi sepertinya saya telah dibukakan mata hati saya oleh Tuhan, pas pilpres nanti siapa yang harus saya pilih. Awalnya memang saya cuek sma dunia politik, sudah malas dan jengah sekali liat pemberitaannya selalu negatif. Tapi makin kesini saya mulai sadar, kalau saya adalah rakyat, yg mana salah satu sbg penentu nasib bangsa ke depan (lewat memilih pada pilpres nanti), dan semakin tergelitik juga dengan banyaknya black campaign yg sungguh tak bermoral, dan bikin sempat bingung karena sebelumnya saya buta tentang itu semua (mana yg fakta dan mana yang isu/fitnah), lama kelamaan saya jadi penasaran akhirnya mencari tau itu semua, daaaaaaannn akhirnya saya sedikit menemukan titik terangnya mana yang benar dan mana yang ngasal (nyampah). Jujur sebelumnya saya sempat terkecoh dan termakan oleh berita2 sampah yang ga jelas (fitnah). Saya ga bodoh sayapun mencari tau, dan akhirnya tau tentang kebenaran tsb "saya sempat percaya kalau jokowi itu non muslim, turunan cina, antek2nya cina dan lain-lain yang menjelek2an beliau" hahahaha kocak.
    Saya juga sama tak pernah melihat partainya tapi yang saya lihat adalah sosoknya dan rekam jejaknya.
    Saya sungguh ga suka sama prabowo. Sama sekali ga ada prestasinya. apa lgi rekam jejaknya yang sungguh bikin miris nih hati saya. dan yang lebih kesal lagi, dia sungguh menghalalkan segala cara dalam berkampanye demi meraup suara terbanyak. dan menurut pandangan saya kayanya dari kubunya dia yang gencar dan yang memulia blac campaign, bener ga yah ?
    btw kmu tau ga akun twitter @triomacan2000 ? sumpah itu akun parah banget. sungguh ga bermoral, sama sekali ga berpendidikan twit2nya. saya dulu sempat percaya dengan twit2 sampahnya, dan saya baru ngeh sekarang kalau adminnya itu emg backingan dari kubu prabowo. terlihat jelas dri twit2nya. berarti kalau saya analisis sendiri prabowo emg licik, meracuni rakyat sudah dari jauh2 hari agar mendukung dia.
    Yang saya salut, trik black campaign ini sungguh efektif loh, banyak mereka yang terkecoh dan termakan oleh pernyataan2 sampahnya.
    Ayoo teman sebarkan kebaikan sebelum semuanya terlambat, jangan sampe salah memilih. Betul kata kamu semuanya beresiko, jokowi pun beresiko tapi PRABOWO SAMA SEKALI BUKAN PILIHAN.

    Jadi geli, saya juga pengen bikin postingan tentang ini hihihi

    Salam kenal dan salam blogger ^^
    jika berkenan follow back yah hehehee

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sosialiasi "melek politik" level awam inilah yang sebenernya diriku galakkan, makanya sampe "terpaksa" bikin postingan politik jenis gini, semoga sih bisa ngebantu.

      Salam kenal dan thanks for stopping by juga kakaknya, nanti diriku main-main ke blognya ya :)

      Delete
  10. Artikelnya bagus sekali mas :')

    ReplyDelete
  11. Gw cuma bisa tertawa baca tulisan ini ditahun 2018.
    Lu boleh ngebacot apa aja di tahun 2014 tapi kenyataan tak seindah khayalan. Hahaha..
    Coba lu tagih janji2 kampanye pakde, pendukungnya pasti bingung mau ngomong apa.
    Mobil2an SMK menjadi mobil2an hantu.
    Gakgakgakgak...

    ReplyDelete