Transjakarta, Solusi Edan Untuk Jakarta Edan

37 comments

Transjakarta (TJ) , digadang-gadang sebagai solusi kemacetan Jakarta yang makin hari makin parah, tapi untuk gue pribadi, TJ hampir selalu jadi pilihan terakhir. Dua alasan aja.

Pertama, gue nggak tahu alasan Transjakarta dibuat. Jalan-jalan besar dan protokol di seluruh Jakarta dirombak habis dan "dibelah" untuk dijadikan Busway. Dimana kenyataannya, jalan sebesar itu aja udah macet parah, ini malah dibagi dua, dan macet tetap terjadi.

Kedua, dari seluruh peta jalur TJ yang mereka bilang strategis dan bisa menjangkau seluruh Jakarta, nyatanya tetap nggak jadi pilihan gue, karena Mikrolet, Metromini, dan Kopaja masih lebih baik.

Mereka bisa menjangkau ruas-ruas kecil dan pelosok gang Jakarta dengan sangat baik yang notabene hampir susah dipercaya keberadaannya (si gangnya). Walaupun armada bus kecil/sedang udah banyak yang kurang memadai dan banyak yang nggak lulus uji kelayakan, warga Jakarta nggak peduli, toh mereka tetap asik-asik aja ikut naik.

Sementara TJ, kita harus rela jalan kaki untuk datang ke shelter terdekat, beruntunglah yang rumahnya di sekitaran halte Busway.

Seenggaknya, itulah hal-hal yang selalu mutar-muter di pikiran gue dulu. Sampai akhirnya, gue riset sendiri, bikin tesis dan komparasi sendiri, plus nge-browse video-video pemaparan Pak Basuki Tjahaja Purnama dan PEMDA di Youtube.

Akhirnya gue sadar, buat sekarang ini, Transjakarta adalah solusi edan yang paling logis.

**
1. Kenapa harus ada TransJakarta? Mau sampai kapan kita bermacet-macetan seperti ini?

Mass Rapid Transportation (MRT), atau bisa diartikan sebagai angkutan yang bisa mengangkut penumpang dalam jumlah besar secara cepat, adalah ide pertamanya. Solusi konkritnya, yaitu Kereta Monorail. 

Masalahnya, agar MRT bisa jalan sebagaimana mestinya, butuh waktu sekitar 6-7 tahun, dan kita jelas nggak bisa menunggu selama itu. Kalau dipaksa jadi 3-4 tahun, bisa dipastikan langsung ambruk. 

Lalu apa alternatif yang paling singkat? Alternatifnya ya sebuah Bus Jalur Cepat, yaitu Transjakarta.

Yang harus disadari adalah sikap penduduk Jakarta yang selalu/terbiasa pragmatis. Apa-apa mau instant, apa-apa mau cepat, semua orang selalu terlihat in rush. Sama kayak kamu mau masak nasi goreng. Yang harusnya makan waktu 5-8 menit, kamu percepat jadi semenit dengan hasil yang nggak karuan, bahkan mungkin bumbunya banyak yang ketinggalan, dan rasanya pasti nggak enak.

Coba mulai sekarang tanamkan di pikiran kalian, macet bukanlah kondisi permanen, melainkan proses, karena pembangunan Jakarta sudah terbengkalai selama kurang lebih sembilan tahun. Berikut permasalahan yang menumpuk selama itu:
  • 9 tahun waktu pembangunan Transjakarta yang harusnya ada 1700 unit, sekarang cuma ada 600 unit, itupun 40% tidak layak jalan.
  • Banyaknya oknum operator dan supir TJ nakal yang nggak berhenti di tempat orang nunggu. (FYI, para supir TJ digaji hampir 3xUMP yaitu sekitar 10 jutaan! Itu belum termasuk bonus supir yang dibayar setiap satu kilometer selama perjalanan,IMHO)
  • "Lalu kenapa nggak dipecat saja oknumnya?" - "Masalahnya, armada kami juga masih kurang, otomatis kalau kami pecat, kami juga yang susah. Makanya, tunggu kami punya tambahan bis, baru kami tindak", ujar beliau.
Untuk itu, beliau mengadakan program pembelian 1000 unit bus TJ. Tapi sebelum itu bisa terealisasi, Busway harus dikosongkan terlebih dahulu. Karena kalau busnya didatangkan terlebih dahulu sebelum jalur TJ sukses dikosongkan, masyarakat akan kecewa. Kecewa karena solusinya sia-sia.

Nah makanya, PEMDA memberikan jeda waktu sekitar 1-2 bulan untuk melihat bagaimana programnya berjalan. Dari proses tersebut, akan keliatan gimana masyarakat akan mulai membanding-bandingkan, apakah mereka akan beralih ke TJ, atau tetap bermacet ria dengan kendaraan pribadi. 

Intinya, kalo Busway belom kosong, nggak akan ada tambahan bus.

2. Ada Transjakarta atau nggak, Jakarta tetep aja macet!

Kenyataannya adalah, Jakarta memang akan tetap macet. Selama nggak ada pembatasan pembelian kendaraan pribadi, pajak pembelian kendaraan dan pajak parkir yang tinggi, para orang kaya Jakarta nggak akan kapok.

Pada prinsipnya, dalam kasus TJ ini, jalanan Jakarta bisa dibagi dua. Yaitu jalur untuk umum (TJ), dan jalur bebas (pribadi). Kalo dua-duanya macet, lantas musti gimana? Ya harus ada salah satu yang dilancarkan, makanya beliau menggencarkan "Sterilisasi Jalur Busway", dimana angkutan umum selain TJ dan mobil pribadi yang nekat nerobos Busway, akan ditilang dan didenda.

"Penerapan denda maksimal bagi pengendara yang menerobos jalur transjakarta resmi dimulai pada Senin (25/11/2013) kemarin. Dalam penerapan pada hari pertamanya, hasil denda tilang terhitung mencapai Rp 127 juta. -Kompas.com"

Gue mulai berpikir, bahwa Indonesia bisa cepat kaya dengan nggak bergantung sama pabrik rokok, tapi cuma dengan pelanggar aturannya :p

Sekarang coba dipilah satu-satu. Kalau jalur bebas yang dilancarkan, macet akan tetap terjadi, karena kendaraan pribadi setiap harinya akan terus bertambah, jadi mau bangun jalan berapapun nggak akan cukup. Kalau jalur TJ yang dilancarkan, diharapkan para pengguna kendaraan pribadi akan lari ke TJ, karena muak dengan macet. 

Dan keuntungan lainnya, nantinya ambulans juga bisa mempergunakan jalur TJ di keadaan darurat :)

3. Ah nggak enak! Naik kendaraan pribadi lebih nyaman, naik Tranjakarta berdesakan, sempit!

Kayaknya kita sebagai warga Jakarta harusnya setuju jika dihadapkan sama pilihan yang paling logis. Gue lebih pilih naik Tranjakarta sambil berdesakan, toh cuma sebentar karena JALURNYA LANCAR, daripada nyaman naik kendaraan pribadi tapi kejebak macet sampe besok.

4. Bagaimana dengan keadaan jalur Busway yang sering sekali tidak ada petugas yang menjaga?

Pemaparan beliau: "Itu tidak masalah, menaruh setiap petugas di setiap jalur Busway adalah tindakan bodoh. Untuk itu, kita akan pasang CCTV. Dimana semua pelanggar akan terfoto (platnya) untuk kemudian ditilang. Jika si oknum tidak mau bayar tilang, STNK akan diblokir. 

Nah, tinggal persoalan Anda mengganti-ganti plat palsu. Makanya nanti akan diberlakukan "Register Identification". Jika anda ketangkep basah menipu plat ketika ditilang dan ternyata memang tidak cocok, kami akan buru anda, dan akan kami penjarakan."

5. Lalu bagaimana dengan nasib Kopaja dan Metromini?

Kabarnya, PEMDA akan memberlakukan "Pembebasan Pajak Untuk Bus", jadi bus akan lebih murah lagi. Program tersebut akan memotivasi Kopaja dan Metromini untuk meremajakan bus. Masalahnya, peremajaan untuk bus sedang (Kopaja, Metromini) tersebut udah pasti nggak murah, karena dilihat dari gaji para supirnya, dan bisa dipastikan banyak Kopaja dan Metromini yang nggak sanggup. 

Lalu mereka akan terdesak oleh Bus-Bus besar yang notabene gajinya lebih tinggi dari supir Kopaja dan Metromini, dan otomatis akan segera melakukan peremajaan. Seiring dengan itu, si bus kecil yakni Mikrolet pasti hilang. Nah, si supir-supir Mikrolet ini akan direkrut oleh PEMDA untuk dijadikan supir Transjakarta. 

Masa iya mereka nggak ngiler liat gaji supir TJ yang 3 kali lipat dari UMP? :D

[Pret's-pektif]:

1. Busway/Transjakarta eksis, semata karena ketidaksabaran penduduk Jakarta yang terus menuntut pemerintah untuk segera menyelesaikan macet secara instant, yang pada kenyataannya amat sangat tidak mungkin. Karena pada awalnya, memang cuma monorail lah yang berusaha direalisasikan.

2. Setelah adanya TJ, Jakarta tetap macet. Betul, karena ruas jalan protokol besar dan kecil yang tadinya memang udah macet, dipermacet lagi oleh dibagi-duanya jalan tersebut untuk jatah busway. Kalau ngomongin efisiensi, Busway memang harusnya dibuatkan jalan eksklusif tersendiri, seperti jalan layang mungkin. Dengan begitu, kemungkinan terjadinya pelanggaran/kecelakaan penerobos busway bisa teratasi.

3. Penduduk Jakarta sebagian besar adalah masyarakat manja. Nggak heran kenapa jalan protokol kecil yang pada dasarnya kekurangan bahu jalan turut dihajar juga buat busway. Ya karena kalian itu malas jalan, mintanya semua terjangkau dan dijangkau hingga titik terkecil, ya susah. Udah diturutin masih aja ngeluh.

4. Sterilisasi Busway gue rasa akan berakhir percuma. Karena bukan masalah pengendara nggak mau dan nggak bisa tertib, tapi karena nggak ada jalan yang bisa dipakai lagi.

**

Tips Agar Selalu Dapat Tempat Duduk Di Bus

Tips berikut bisa kamu aplikasikan nggak hanya di Transjakarta, tapi bisa juga di Kopaja dan Metromini :))

1. Usahakan berdiri di bagian tengah 

Are tengah adalah area ternyaman. Disitu banyak pegangan, dan area serobot kamu lebih luas (meski randomly) daripada berdiri di pinggir (dekat pintu) dan bagian belakang. Jadi,kemungkinan kamu dapet tempat akan lebih besar. Begitu masuk bus dan kamu jelas nggak kebagian duduk, langsung aja geser ke tengah, jangan nunggu penuh, toh sama aja.


2. Naik Dari Halte/Shelter Pertama
"Males ah, makan waktu lagi..."
Kalo gitu, balik lagi ke prioritas pertama kamu. Apakah soal kenyamanan perjalanan, atau efisiensi waktu dan tetap bertahan jadi "pemalas"? :p

Kalo yang jadi masalah adalah makan waktunya, ya berangkatlah lebih awal. Udah pasti kamu dapat duduk, kenyamanan terjamin, efisiensi juga terjamin. Kamu senang, semua rakyat Indonesia juga senang.

3. Takut Disuruh gantian duduk? Pura-pura tidur.

Iya, pura-pura tidur. Kan suka ada tuh penumpang bis maksa orang yang udah duduk buat gantian sama dia. Biasanya yang sering reseh di bagian ini adalah ibu-ibu hamil. 

**

Finally! Semua pertanyaan-pertanyaan gue selama ini terjawab sudah. So, kayaknya kita udah nggak perlu mikir dua kali lagi ya buat naik Transjakarta? :)

Bravo, pak Wagub!



37 comments:

  1. Sebetulnya kebijakan subsidi BBM itu salah, harusnya subsidi angkutan umum. Pemerintah membantu para perusahaan pengangkutan. Itu bagusnya. Terus akan lebih bagus lagi kalau taksi juga diberdayakan sebagai solusi mengurangi kemacetan. Bantulah perusahaan2 Taksi, sehingga tarifnya nggak semahal itu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau untuk taksi, aku pikir sih nggak usah ya kak. Pertama karena itu swasta. Kedua, taksi kan sifatnya seperti kendaraan pribadi. Paling banyak hanya muat 5 orang. Nggak bisa jadi solusi kemacetan Jakarta (jika dilihat sebagai angkutan umum).

      Maka dari itu, aku setuju taksi dibiarin aja mahal. Karena itu jadi opsi paling terakhir dari penghuni Jakarta untuk bertransportasi. Lagian, banyaknya armada taksi yang ga kira-kira juga menyumbang kemacetan kan ;)

      Delete
    2. Kalo soal subsidi BBM, seiring pindahnya para pemakai kendaraan pribadi yang muak karena macet, perlahan akan beralih ke Transjakarta.

      Kalo udah gitu, ya buat apalagi subsidi BBM? Karena TJ sudah murah. Kecuali kalo orangnya pelit. Udah murah masih minta subsidi. Itu namanya nggak tau diri :p

      Soal taksi, taksi itu segmented. Bener kata Dini, taksi akan jadi pilihan terakhir masyarakat kalo kepepet banget.

      Kalo taksi dimurahin, bakalan timbul masalah baru, yakni populasi taksi yang nambah karena pajaknya ringan, plus para pengguna TJ yg tadinya udah optimis sama TJ jadi ragu (lagi) harus pilih TJ apa taksi, akhirnya.

      Delete
    3. Pengurangan subsidi BBM sudah tepat kalo digunakan di Jakarta, tapi tidak di daerah lain. Semakin tinggiharga BBM membuat orang malas buat naik kendaraan pribadi, kalo sudah begitu transportasi umumlah yang menjadi solusi dan semakin berkurang pengendara kendaraan pribadi semakin berkurang pula kemacetan di Jakarta. Tapi bagaimana dengan daerah lain yang belum punya transportasi umum yang memadai? Kalimantan misalnya?

      Delete
    4. Lho ya memang yang dibahas kan masalah itu :))

      Kalo soal transportasi di kalimantan mah ya beda lagi, ini kan bahas Jakarta doang :))

      Delete
  2. Soal pengguna motor / mobil yang lewat busway, susah sih kalo menanggulangi mereka. mereka terlalu keras kepala & nekat buat lewat busway. Soal peremajaan bus-bus yang ngga layak pakai, yaa gue sih berharap PEMDA memberlakukan pembebasan pajak bus itu secepatnya biar semakin cepet juga peremajaan busnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo motor/mobil tukang terobos Busway itu mah nggak usah kuatir kalo udah ada CCTV, yang diburu bukan orangnya lagi, tapi kendaraannya, lebih presisi dan lebih gampang burunya :D

      Kayaknya sih pembebasan pajak bus bakalan lama deh, selama masih ada retribusi yang nggak jelas yang masih eksis diantara preman preman pasar dan tukang parkir dadakan.

      Delete
    2. Nah, makanya itu Jakarta emang kudu punya "preman" kayak Ahok ya. Somehow, buat ngeberantas yang bandel-bandel kayak gini, biar bisa "nakutin" mereka :D

      Delete
    3. Gayanya beliau : "KALO NGOTOT, PENJARAKAN SAJA, ANDA NGGAK PILIH SAYA LAGI TAHUN DEPAN SAYA NGGAK PEDULI", hahaha..

      Delete
    4. hahaha yang penting bus2 yang usianya udah lewat batas itu segera diganti yang baru cepet atau lambat.. berdasarkan cerita salah satu kenek kopaja aja, usia kopaja yg paling muda aja (yang belom diganti ke kopaja yg baru) itu 10 taun dan udah sering turun mesin.. miris gue dengernya..

      Delete
    5. Wanjir, seriusan? Paling muda aja 10 tahun? Udah lewat berapa generasi itu Kopaja...

      Delete
    6. I'm serious.. itu cerita keneknya langsung sama gue.. dan sekali turun mesin itu yg punya itu bus bisa keluar duit sampe 10 juta bahkan lebih.. gimana bus2 yang lebih tua yg tinggal nunggu mati coba?

      anyway soal yg priority seat, itu sih tergantung orang yang dapet tempat duduk aja mau ngasih kursinya buat nenek2 ato kakek2 yg berdiri atau ngga. gue pribadi sih kalo misalkan situasinya memungkinkan gue buat ngasih kursi gue buat mereka yaa gue akan kasih..

      kalo yang pura2 tidur itu, biasanya gue kayak gitu kalo ada pengamen yang suaranya ga enak, biar ga dimintain duit hahaha..

      Delete
    7. Gue juga sering kayak gituk :)))

      Delete
  3. Btw, ini gue mampir lagi. Keren bahasannya. Btw, TJ sekarang udah mulai banyak jadi gaperlu nunggu lama..

    Eitss tapi jangan seneng dulu. Banyaknya TJ itu cuma dibeberapa koridor aja. Kalaupun cepat, bisa dipastikan penuh banget. Contohnya kayak dr arah Grogol yang lewat Pancoran. Walaupun unitnya udah ditambah, tetep penuhnya gak kira2.

    Dalam hati sih seneng sebagian masyarakat udah mulai memanfaatkan TransJakarta, tapi gue berdoa semoga unitnya lekas ditambah juga.

    Sebagai penikmat TransJakata arah Ragunan-Dukuh Atas/Kota, gue juga rada prihatin nih sama kondisi busnya. Menurut gue ini edisi lama, karena belum ada alat pengukur suhu dan udah mulai 'rombeng'. Semoga cepat dilakukan peremajaan :'D

    Nice one, btw!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih Flori! Gue tanggepin satu-satu yah.

      Harapan gue sih, seiring nambahnya armada, kuantitas orang yg berdesakan naik TJ bisa berkurang.

      Kalo memang mau nyaman daripada bikin pengatur suhu, ada dua opsi sih yang gue pikirin:

      1. Adanya pembatasan kuota penumpang berdasarkan berat, sama kayak yang ada di Lift. Jadi bisa lebih nyaman.

      2. Adanya pembatasan penumpang yang nggak dapet tempat duduk. Jadi kalo nggak dapet tempat duduk, ya nunggu bis berikutnya. Jadi semua orang nyaman dan santai, karena selalu dapet tempat duduk. Otomatis, orang juga nggak perlu berdesakan masuk TJ.

      Delete
    2. Kalo untuk pembatasan tempat duduk, kayaknya itu kudu kita yang batasin diri sendiri deh. I mean, kalo diliat sebagai fungsi TJ kan sebagai angkutan umum yang bawa banyak orang, jadi kalo "ga dipepet banyak", ya fungsinya ga jalan dong

      Makanya itu, untuk keselamatan dan kenyaman diri kita sendiri, ya kitanya yang mutusin mau naik apa ga di TJ yang lagi di hadapan kita. Kalo in case lagi buru-buru, kan jadi pelajaran kalo lain kali kudu lebih awal naik TJ biar bisa selow milih bis :D

      Lagian Traja (petugas TJ) juga udah sering warn "sudah penuh, silahka naik bis berikutnya" kok. Kita aja yang sering bandel suka nyelip. Karena nggak disiplin berangkat lebih awal :P

      Delete
    3. Lho, ya nggak bisa Dins, yakin mau ngarepin kesadaran pengguna TJ buat kayak gitu? Persentasenya cuma 10 persen.

      Kalo angkutan banyak orang, lebih tepat tugasnya MRT. TJ kan cuma alternatif sementara nunggu MRT jadi.

      Delete
  4. Waktu itu, kalo ga salah nyokap kepikiran. Instead of pasang CCTV atau nyuruh penjaga buat jaga di palang TJ, lebih baik si palang itu terbuat elektrik, dan supir TJ punya remote buat buka-tutupnya. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nanggung! Dipasang laser aja. Kan teknologinya udah ada. Lebih strict, udah nggak ada toleransi lagi..

      Delete
  5. Gw sebagai pengguna TJ sekarang lebih bersyukur karena biasanya gw ke kantor memakan waktu sekitar 1setengah jam (udah sama ngantri), sekarang sejam aja udh sampe kantor.

    Tapi untuk beberapa shelter tuh ada bbrp yg antriannya masih gk manusiawi (I mean ngantrinya udah ampe atas2 jembatan kayak di Senen ato Semanggi klo rush hour) mungkin salah satu solusinya ya banyakin armadanya dulu kali ya. So far, yang gw liat sekarang sih Busway udah cukup steril, mulai jarang ada kendaraan pribadi atau kendaraan umum lainnya yang masuk Busway.

    Ya sebagai pengguna TJ gw sih berharap someday gw bisa ngerasain naik TJ dengan nyaman di waktu kapanpun :D ya kitanya juga mesti sabar sih sampai hal itu beneran terealisasi :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. See guys?

      Yang ngomong-ngomong TJ nggak nyaman dan macet Jakarta nggak beres-beres itu kerjaan oknum yang kontra sama pemerintahan Jokowi Ahok beserta oknum Betawi yang kalo ngomong nggak dipikir dulu.

      Mereka-mereka ini salah satu bukti pengguna TJ yang ngerasain langsung progress kerja Jokowi Ahok.

      Delete
  6. Ah, transjakarta sih percuma orang yang punya kendaraan tetep pake kendaraannya sendiri,, hahay

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lihat aja nanti ada masa dimana yang naik TJ lebih cepet nyampe daripada yang naik kendaraan pribadi. 3500 cepet nyampe, ga pake bingung cari parkir, biaya parkir atau bensin. Horee \o/

      Delete
  7. Hehe... Kalo mau nyaman dari sekarang, bisa coba kombinasi penggunaan antara TJ & APTB antar koridor. Pertama, headway-nya lumayan lancar. Kedua, walaupun harus tambah bayar, setidaknya peluang untuk dapet duduk lebih besar. Dan, masih banyak orang yang belum tau APTB bisa naik antar-koridor aja :))

    Saya bisa bilang, APTB menyelamatkan saya dari macet sepanjang koridor 9 :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah keren. Tapi maksudnya APTB antar koridor itu gimana sih?

      Delete
    2. Maksudnya, kita bisa naik APTB itu dari halte TJ ke halte TJ juga. Jadi, ngga perlu sampe tujuan akhir APTB itu sendiri :)) Banyak yang ngira APTB itu mirip shuttle, jadi cuma point-to-point :))

      Delete
    3. Pembedaan istilahnya bikin bingung kak, Bedanya Koridor/point/shuttle itu njlimet.

      Mungkin sederhananya : persepsi masyarakat yg mikir kalo APTB itu cuma naik dan turun di halte pertama dan terakhir padahal nggak, gitu kan?

      Delete
    4. Nah, itu maksud saya! :D Maap kalo malah membingungkan m(_ _)m

      Delete
    5. Hahahahahaha, oke-oke dimengerti, thank you :)

      Delete
    6. Aku pernah naik APTB, bisnya lebih enak emang. Tapi ya itu, mahal :( Tapi abis gajian terus lagi capek banget, emang recommended sih :P

      Delete
  8. Lebih enak naik sepeda pakai supir.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ojek sepeda? Capek juga. Enakan ojek payung.

      Delete
    2. Bang, ojek permadaninya satu. Nggak pake angin gelebok. Makasih. :))

      Delete
  9. Bingung nih mau komen apa, karena point of view saya beda dengan kebanyakan orang. Kalo saya justru melihat TJ itu sebagai salah satu bentuk 'kemajuan' Indonesia yg meskipun terhitung lambat dari negara2 tetangga lainnya. Sebagai orang daerah, saya iri karena Semarang, Surabaya dll justru belum ada transportasi publik yg berhenti di tempat2 strategis seperti TJ ini.
    Menurut saya, orang2 Indonesia itu kebanyakan malas yah. Terutama males jalan kaki. Oleh karena itulah angkutan2 umum yg berhenti seenak sendiri seperti Kopaja, Metro Mini, angkot, dll jadi merajalela dan lebih popular. Bahkan ojek motor, bajaj & taxi bikin kita itu jadi lebih malas lagi.
    Padahal di LN semua transportasi publiknya berhenti hanya di halte2/stasiun2 yg telah ditentukan. Orang2 LN itu sudah terbiasa jalan kaki jauh berkilo2 meter dari dan ke rumah mereka menuju halte/stasiun terdekat.
    Orang kita yg punya sepeda motor malah lebih malas lagi karena cuman ke warung di ujung gang doang aja naik motor, hahaha :p

    Anyway, kita seharusnya bersyukur karena dengan adanya TransJakarta, kita jadi dididik untuk mau lebih banyak berjalan, yg sama dengan jadi lebih sehat dibandingkan yg duduk di dalam mobil pribadi mulu. Haha ;D

    Akhir kata, tentu saja TJ masih banyak kekurangannya disana-sini. Tapi kalo kita cuma selalu mencela atau mencari kekurangannya selalu, kita tak akan bisa bersyukur dan maju dari permasalahan macetnya kota Jakarta ini.
    Seperti mantan Walikota Bogota pernah bilang: “A developed country is not a place where the poor have cars. It's where the rich use public transportation.”

    ReplyDelete